Rabu, 23 Maret 2011

Pendidikan Entrepreneurship Perlu Dilakukan Dengan Cara Yang Tepat

Oleh Agung B. Waluyo, PhD
Tulisan laporan Kompas yang berjudul “Wirausaha Tidak Bisa Dilatih” pada hari Kamis, 18 November lalu menimbulkan kontroversi yang tidak perlu karena tanpa pembacaan yang rinci tulisan dengan judul yang dicetak dengan huruf besar dan tebal akan kontra produktif dengan pesan yang ingin disampaikan.
 
Ketika duduk disebelah Carl J. Schramm mendengarkan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh Pak Jacob Utama kepada Carl tentang apakah entrepreneurs dilahirkan atau dilatih saya melihat jawaban Carl justru meneguhkan bahwa Entrepreneurship perlu diajarkan namun memang tidak melalui pendidikan klasik yang dimengerti oleh kebanyakan. Jawaban Carl sebenarnya bisa disimpulkan dengan kalimat bahwa entrepreneurship dapat diajarkan oleh guru yang tepat, dengan metode yang tepat, kepada murid yang tepat dan dalam lingkungan yang tepat. Maka ketika pendidikan dimengerti dalam konteks pendidikan dalam kelas dengan cara mengajar yang klasik maka pendidikan seperti ini tidak bisa dipakai untuk mengajarkan entrepreneurship.
 
Kedatangan Carl J. Schramm ke Indonesia yang dalam rangka membuka perhelatan dunia Global Entrepreneurship Week (GEW) 2010 bersama dengan Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Muhammad Nuh DEA membawa pesan penting bahwa pendidikan tinggi memiliki peran penting untuk penciptaan usaha baru dan lapangan kerja dan akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi makro. Kauffman Foundation yang menjadi penggagas sekaligus sponsor utama GEW yang dirayakan oleh jutaan generasi muda dari 112 negara adalah yayasan entrepreneurship terbesar di dunia yang mendorong begitu banyak program pendidikan dari jenjang sekolah sampai perguruan tinggi dengan program “Kauffman Campus”nya. Sehingga tidak mungkin Carl menyampaikan pesan justru kebalikan dengan pesan yang ia sampaikan pada saat pembukaan GEW 2010 di Auditorium Dikti, Diknas pada pagi harinya.
 
Ketika berada di Universitas Tarumanagara (Untar) sebelum hadir di Kompas, Carl juga menyampaikan kepada lebih dari 400 orang hadirin yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan pimpinan yayasan Untar, Carl menyampaikan pesan penting bagaimana perguruan tinggi bisa berperan untuk menghasilkan entrepreneur muda kelas dunia. Bagaimana bisa pembelajaran di kampus menyiapkan seseorang untuk terjun ke dunia nyata persaingan global.
 
Kauffman Foundation bekerja sama dengan Ciputra Foundation telah melaksanakan Global Faculty Visitor Program (GFVP) sejak 2008 untuk melatih para dosen entrepreneurship Indonesia selama 6 bulan di Amerika. Dalam program yang sangat bergengsi ini, peserta belajar dari para profesor entrepreneurship dari perguruan tinggi ternama di Amerika seperti Harvard, MIT, Stanford, North Carolina dan USC. Bahkan ketika kembali ke Amerika, Carl sempat menyampaikan kepada penulis bahwa Indonesia perlu mengirim lebih banyak dosen lagi ke Kauffman Foundation untuk dilatih supaya dapat melatih entrepreneurship.
 
Saat ini sudah lebih dari 2 juta lulusan perguruan tinggi dan akademi menganggur. Begitu banyak usaha mikro, kecil dan menengah tidak bisa berkembang. Lebih dari 17 triliun rupiah kredit macet. Ini hanya sebagian kecil dari begitu banyak kenyataan lain yang menunjukkan bahwa mereka membutuhkan pendidikan dan pelatihan entrepreneurship untuk membuka mindset para mahasiswa untuk menjadi pencipta kerja, untuk mengajarkan pengusaha UMKM tentang inovasi sebagai pendorong pengembangan usaha dan bagaimana caranya permodalan yang sudah digulirkan pemerintah tidak terbuang dengan sia-sia. Entrepreneurship diperlukan bahkan agar rakyat kebanyakan bisa menikmati pertumbuhan ekonomi secara langsung. Pendidikan entrepreneurship jelas diperlukan untuk mengatasi pengangguran, kemiskinan dan mencapai kesejahteraan.
 
*Penulis : Direktur Program Kursus Singkat, Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), Ketua Panitia Nasional Global Entrepreneurship Week Indonesia 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar